About Me

Sahabat Dan Cinta

Jumat, 30 Juli 2010
Libur kenaikan kelas ini terasa hampa bagi Echa. Memang, hatinya sudah lega karena dia naik kelas dengan nilai yang lumayan dan berhasil masuk kelas IPA 1. Tapi, saat ini Echa lagi sendirian, selepas dari Aris pada tanggal 15 Mei yang lalu, Echa masih takut untuk pacaran karena trauma. Apa lagi cara putusnya sadis banget! Hari-hari liburannya hanya diisi dengan SMSan dengan Hadi dan Kalilla yang memang sedang dalam tahap pedekate, Echa lah yang membantu mereka.

Realita bahwa dua sahabatnya saling menyanyangi sebenernya bukan berita bahagia untuknya, jauh dilubuk hatinya, sebenarnya Echa menyukai Hadi. Sebelum libur kenaikan kelas, Echa sudah memberanikan jujur tentang perasaannya kepada Hadi dalam moment jujur-jujuran saat nge-sisha. Jujur yang dimaksud kali ini bukanlah nembak! Hanya jujur!

Saat Echa berkata,
“Di, sebenernya kan gue sempet naksir lu dulu! Waktu kita kelas X, pas marching band SMA kita pertama kali dibentuk…”.

Lalu, sebuah kalimat mengejutkan terlontar dari bibir Hadi,
“Hah!? Serius lu!? Pantesan, waktu gue pertama kali ngeliat lu, kaya’nya ini anak salting-salting gitu sama gue! He he he… Ternyata naksir gue toh…! Hmm, kalo boleh jujur juga, sebenernya sih gue juga sempet naksir sama lu! Soalnya lu beda sama cewe-cewe lain!”.

Saat itu hati Echa menyesal, kenapa ia tidak mengenal Hadi dari dulu. Tapi, biarlah, mungkin mereka memang tidak ditakdirkan untuk bersatu karena kini Hadi hanya menginginkan Kalilla sebagai pengisi hatinya. Dan mereka berdua adalah sahabat Echa. Sudah seharusnya Echa mendukung hubungan mereka.


Pagi itu terasa bosan. Akhirnya Echa mengirim SMS kepada Hadi untuk sekedar menyeka rasa bosan yang ada dibenaknya..

“Hy Di… Lu gy ngap?”.
“W gi bingung nih, Cha!”.
“Bingung napa? Cerita dh ma w, nti w cba Bantu lu…”.
“W dah nembak Kalilla kmren! Tpi blm dijwb ma dia!”.
“Lu nembaknya pke media pa?”.
“Lwat SMS lah!”.
“Mw w tnyain k Kalilla?”.
“Blh jg tuh! Ntr jgn lpa ksih tw w! Ok?”.
“Iya bawel!”.

Akhirnya Echa mengirim SMS kepada Kalilla,
“Kal, w denger2 lu dah ditmbak Hadi ya?”.
“Ya… Tp gw tkut bgd Cha! Tkut kjadian gw ma Kevin en Aldy trulang lgi! Gw gak mw kya gt!”.
“Trulang gmn?”.
“Ya… Disaat gw dah syng ma mrka, mrka mlah ninggalin gw en nglupain gw gtu ja! Gw gak mw ky gtu lgi Cha!”.
“Lu tnang ja, Kal! W brani jamin Hadi gak bkal ky gtu! W dah lma knal ma dy!”.
“Hmm… Gw msi bingung, Cha!”,
“Ywdh, lu mkir2 ja dlu! Py, pzt’a lu gak akan kcwa jdian ma Hadi. Bnyk loh, cwe2 yg naksir dy, py te2p ja dy mlih lu! Lu bruntung tw!”.
“Ya ya ya… Gw tw Cha! Thanks ya!”.

Setelah merasa cukup mengambil informasi dari Kalilla, Echa segera SMS Hadi untuk laporan.
“Di, w dah tny Kalilla…”.
“Pa kta’na”.
“Kta’a, dy tkut msa-llu’a trulang!”.
“Msalalu’na yg mna?”.
“Wkty dy ma Kevin en Aldy…”.
“Mang’na mrka ngpain Kalila?”.
“Pas Kalilla dah bneran syng ma mrka, mrka mlah ninggalin dy en nglupain dy gtu ja…”.
“Tega amat!? W mah gak bkal kya gtu Cha! Lu tw khn, Cha?”.
“Ya… W tw! W jga dah blg gtu! Py Kalilla mci ragu…”.
“Sbnernya Kalilla ska ma w gak?”.
“Ska.. Dy cma tkut khlangan ja!”.
“Yaah… Bntuin w donk!”.
“Hmm… Gmn klo qt krmh’a ja? Klo ky gtu, w jamin lngsung djwb!”.
“Kesan’na maksa amat?”.
“Drpd lu menderita? Mw gak? Gak jg gpp!”.
“Iyy deh! Kpn?”.
“Bsk! Tgl 1 July! Gmn? Hari tu w bisa!”.
“Ok!”.
“Ktmuan dmn?”.
“Dpn gang rmh w ja!”.
“Ywdh, abis ashar w dtg!”.

Setelah mengirim SMS yang terakhir untuk Hadi, Echa meletakkan hapenya di meja dan mulai merenggangkan jari-jemarinya. Pegal rasanya SMSan sekian lama.


Menjelang sore, Echa membaca kembali semua SMS dari Hadi dan Kalilla karena lagi gak ada kerjaan. Bodohnya Echa, dia malah menawarkan diri mengantar Hadi ke rumah Kalilla untuk menjemput jawaban cinta Hadi! Berarti Echa akan menjadi saksi mereka! Oooh… Echa jadi gak bisa ngebayangin bagaimana jadinya besok. Apkah Echa menahan sakit hati? Ahh, apa saat itu Echa lagi dipengaruhi hipnotis, sampai-sampai dia gak sadar udah daftar mati.

Tapi sekali lagi Echa tanamkan, bahwa Hadi dan Kalilla adalah sahabat Echa! Dan Echa harus bersyukur Hadi menjadikannya sahabat terbaik yang dipercaya membantunya untuk jadian sama Kalilla.

“Hfuh… Oke! Gue akan bantu mereka! Kalau pun nantinya gue akan nangis ngeliat mereka bersatu, sebisa mungkin gue tahan air mata gue! Di rumah baru gue lepasin semuanya…!” batinnya.

Mungkin kali ini Echa belajar untuk memilih antara persahabatan dan cinta. Dan jalan persahabatan yang Echa pilih tidak akan membuatnya menyesal. Bahkan akan membuatnya bangga!

Di dunia ini banyak yang namanya mantan sahabat! Banyak perkenalan dengan unsur cinta, akan berakhir berantakan! Lain halnya dengan perkenalan dengan unsur teman yang hingga menjadi sahabat sejadi dan berakhir abadi.

Dan satu keyakinan lagi yang tidak akan membuat Echa menyesal memilih persahabatan. Yaitu bahwa dengan sahabat, kita bisa lebih terbuka dan bebas untuk curhat tanpa beban satu pun. Sahabat tidak akan saling menyakiti, malah akan saling memberi pelajaran yang punuh makna.


Keesokan harinya,
Malas rasanya bangun pagi kalau lagi liburan gini. Tapi, ini udah jam 9 pagi, kalau masih belum bangun, pasti akan ada makhluk yang akan ngejailin Echa yang lagi tidur. Sebelum keluar dari kamarnya, dia terduduk dikursi meja belajar sambil menatap kalender dan mendengus pasrah.

“Hhfuuh… Apa harus hari ini?” tanya Echa pada dirinya sendiri.

Bosan menatap kalender yang gak bisa ngejawab pertanyaannya, Echa keluar kamar, mulai meraih handuk, ddan masuk ke kamar mandi.

Setengah jam berlalu, Echa keluar kamar mandi dengan disambut ocehan menyebalkan dari adiknya yang sepertinya kebelet panggilan alam. He he he.

Echa menuju komputer dan mulai menekan tombol power di CPU. Sekian menit berlalu, kini layar monitor menampakkan tampilan user. Echa meng-klik iconnya dan mengetik id-nya lalu menekan tombol enter pada keyboard.

Dalam layar desktop, dia meng-klik sebuah folder bernama “Drama Cinta”, folder tersebut berisi judul-judul novel realita buatannya. Iseng, Echa membuka judul “Ternyata, Setia Itu Susah!” yang dibuatnya dari semasa SMP dulu.
Cengar cengir sendiri didepan komputer seperti layaknya orang autis, itu lah yang terjadi pada diri Echa saat ini jika mengenang masa-lalu.

“Ha ha ha… Gue suka sama Thama yang jelas-jelas lebih pendek dari gue! Dia lebih pantes jadi ade gue!” ucap Echa.

“Hmf, dulu gue suka sama Thama, gue seneng banget kalo lagi latihan marching karena posisi bass sama belira deketan…”.

“Sekarang, gue lagi-lagi suka sama salah satu anggota marching! Dan pemain bass pula! Parahnya, gue hanya mimpi ngedapetin dia! Gue sama dia Cuma sebates sahabat! Yaa… Cowo itu Hadi! Dan hari ini, gue bakal jadi saksi dia jadian sama Kalilla…”.
“Haaaaahhhh…. Ya udah lah! Mungkin ini takdir gue kali!”.


Sekitar pukkul 14.00, Echa mematikan komputer dan beralih menuju kamar mandi. Satu jam kemudian, Echa kembali memasuki kamarnya dan mulai mengobrak-ngabrik isi lemarinya.

“Aaaah… Gue bingung!” ucapnya dengan aksi melempar baju ke kasur.

Tiba-tiba perhatian Echa tertuju pada sebuah baju berwarna pink tua dan sebuah celana berwarna putih. Pakaian tersebut dulu pernah ia pakai ketika balikan sama Aris. Sebuah peristiwa yang seharusnya tidak pernah terjadi dalam kehidupannya.

“Apa gue pake baju itu aja, ya?” tanyanya dalam hati.

Tanap berfikir panjang, Echa langsung menyambar pakaian tersebut dan mengenakannya.


Seusai sholat Ashar, Echa berjalan keluar rumah. Tetapi setelah memastikan seluruh pintu dan jendela tertutup rapat dan terkunci, maklum lah, walau lagi liburan, seluruh anggota keluarganya masih pada sibuk sama urusan masing-masing.
Sesampainya Echa didepan gang rumah Hadi, dia segera mengirim SMS untuk Hadi berhubung Echa merasa asing dengan kawasan itu.

“Di, w dah smpe d dpn gang rmh lu, nih! Rmh lu yg mna? Lu kcini dunk! W ga knal daerah sini! Tkut!”.
“Sabar, Cha… W mo ngntern Kk w k Rmh Skt dlu…”
“Ouwh… Jgn lma2, iy! W tkt neh!”.
“Y!”.

Beberapa menit kemudian, dari kejauhan Echa melihat seorang cowo yang dia kenal menaiki motor sedang menuju kearahnya. Cowo itu ternyata Hadi.

“Gila! Keren amat nih anak! Baru pertama kali gue liat dia bawa motor! Hfuh, harusnya momen ini gue abadiin!” ucapnya dalam hati.

“Cha, naik!” ucap Hadi memecah keheranan Echa.

“Hah!? Naik…? Gue dibonceng Hadi? Oh my god… Mimpi apa gue semalem?” tanya Echa dalam hati.

“Woy, buruan!” kata Hadi.

“Iya bawel… Mau ke rumah Kalilla pake motor…?” tanya Echa.

“Ya enggak lah!” jawab Hadi.

“Terus, gue maul u bawa kemana?” tanya Echa.

“Ke rumah gue!” jawab Hadi.

“Rumah lu!?” tanya Echa tak percaya.

Belum sempat Hadi menjawabnya, motor sudah berhenti.

“Rumah gue yang pager putih. Tepat dibelakang rumah ini. Kalo lu mau, tunggu di rumah gue aja!” kata Hadi.

“Hmm… Makasih deh, gue nunggu lu disini aja! Tapi lu jangan lama-lama…” kata Echa.

“Ya udah, terserah lu!” kata Hadi sambil menuju rumahya, tak lama kemudian Hadi keluar bersama seorang cewe, itu Kakaknya.
“Cha, bentar, ya!” ucap Hadi.

“Bentar ya, De…” sahut Kakaknya Hadi.

“Iya…” balas Echa dengan senyum menyedihkan.


Suka duka Echa saat menunggu Hadi takkan terlupa selama sisa hidupnya. Ada rasa takut karena banya ayam-ayam yang berkeliaran disekitar situ (Echa takut ayam), takut karena dia gak kenal wilayah ini, takut karena udah mulai banyak orang-orang yang menyuguhinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya agak kesal. Dan parahnya lagi, sudah 30 menit berlalu dan Hadi tak kunjung menampakkan dirinya kembali.


Berkali-kali Echa SMS Hadi, namun balasannya tetap sama! “tnggu bntr, Cha!”. Hadi juga menyuruh Echa untuk menunggu dirumahnya saja kalau takut, tapi Echa llebih gak berani.

Akhirnya, setelah sekian lama menunggu Hadi, cowo itu dating juga! Lega rasanya! Seusah Hadi menaruh motor di rumah, mereka berdua pergi menuju rumah Kalilla.

“Huaah… Lama banget, sih lu!” Gue takut tau!” ucap Echa.

“Sorry deh! Tapi, pas gue nganter ke Rumah Sakit depan, ternyata ATM nya gak bisa! Ya udah, Kakak gue minta dianterin ke salon yang di Krukut. Jadi lama deh…” balas Hadi.

“Ouwh… Pantes!” ucap Echa.

“Emang lu takut apa sih?” tanya Hadi.

“Ayam sama tetangga-tetangga lu tuh!” jawab Echa.

“Ha ha ha… Mereka nanya yang macem-macem ya?” Lagian lu udah gue suruh nunggu di rumah aja gak mau!” ucap Hadi.

“Gue gak berani tau!” kata Echa.

“Nah, apa lagi gue, nih!” Kerumah Kalilla!? Nanti pasti gue diem aja nih… Gak berani ngomong apa-apa…” kata Hadi.

“Yaaahh… Lu kan beda, Di! Lu kan mau ke rumah calon cewe lu! Sekalian kenalan sama calon mertua en calon ipar! He he he…” ucap Echa.

“He he he… Kaya acaran lamaran aja, Cha!?” tanya Hadi.

“Ya… Gak apa-apa dong!” Kan seru jadinya!” Harusnya tadi lu ajak keluarga lu juga! Terus, siapin cincinnya… He he he…” jawab Echa cengar-cengir. “Oia, siapin penghulu juga! Biar gue deh yang jadi saksinya!”.

“Ha ha ha… Cha… Cha… Khayalan lu boleh juga tuh! Tapi ketinggian…” ucap Hadi.

“Tapi seru kan? Lagian kalo mau mengkhayal tuh jangan tanggung-tanggung! Sekalian aja yang prefect! Mumpung mengkhayal masih gratis! He he he…” balas Echa.

“He he he… Echa… Echa… Ada-ada aja lu!” kata Hadi. “Oia, Sabtu depan, kalo lu mau, dateng ya ke acara nikahan Kakak gue! Ajak Kalilla juga…”.

“Hmm… Insyaallah ya… Kalilla kan juga masih sakit! Selain gue sama Kalilla, siapa lagi yang lu ajak?” tanya Echa.

“Cuma Intan sama Andre! Gue Cuma ngundang temen-temen yang deket banget aja sama gue…” jawab Hadi.


Tak terasa mereka sudah hampir sampai di rumah Kalilla. Sebelum menuju rumah Kalilla yang kurang lebih tinggal 3 meter lagi, Echa berhenti untuk menelfon Kalilla dengan tujuan memastikan bahwa Kalilla ada di rumah.

“Assalamu’alaikum… Kalilla…?” ucap Echa yang berada di depan pintu rumah, sementara Hadi hanya menunggu di depan pintu gerbang.

“Echa…? Lu ngapain sih? Sama Hadi lagi!?” tanya Kalilla setengah berbisik.

“Hadi mau ngomong tuh!” jawab Echa. “Di, nih ngomong sendiri!”.

“Lu aja, Cha…” balas Hadi.

“Hmm… Payah lu!” kata Echa.


Echa mengutarakan tujuannya bersama Hadi datang ke rumah Kalilla sore-sore gini. Dengan bahasa yang agak bertele-tele, akhirnya kedua sahabat Echa resmi berpacaran pada tanggal 1 July pukul 16.46 WIB. Tak lupa Echa memberi tahu tentang ajakan Hadi ke acara pernikahan Kakaknya. Setelah semua urusan selesai, Hadi dan Echa meninggalkan rumah itu.

“Gimana?” tanya Echa.

“Jantungan! Tapi lega… Thanks ya, Cha!” jawab Hadi.

“Sama-sama… Gue ikut seneng kalo sahabat gue seneng… Lagi pula, gue juga pengen ngebales kebaikan lu! Waktu itu lu udah mau bantuin gue balikan sama Aris, walau ujung-ujungnya putus-putus juga…” kata Echa.

“Yaah, Cha… Udah, gak usah diinget-inget lagi!” kata Hadi.

“Hmm… Kita mau pulang lewat mana nih? Disini jalannya sama aja…” ucap Echa.

“Lewat sana aja ya, Cha! Gue sekalian mau ketemu Aris dulu!” balas Hadi.

“Ngapain?” tanya Echa.

“Ya… Lagi pengen ketemu aja!” jawab Hadi.

“Ada-ada aja lu , Di!” ucap Echa.

“Gak apa-apa kan?” tanya Hadi.

Echa hanya mengangguk pasrah. Semoga aja dia gak ketemu sama Aris. Walau sejujurnya hati kecilnya merasa kangen dengan cowo yang sudah berkali-kali membuatnya menangis.
Saat lewat didepan rumah Aris, dengan sengaja Hadi memanggil Aris. Dia pun keluar dan menampakkan dirinya di hadapan Echa.

“Hadi! Lu sengaja!? Mau ngerjain gue!?” sahut Echa kesal dan salting.

“Di, kok lu sama Echa? Waah… Jangan-jangan…?” ucap Aris.

“Apaan sih!? Gak usah jelous gitu lah! Gue abis dari rumah sahabatnya! Dia Cuma nemenin gue aja…” balas Hadi.

“Ngapain lu?” tanya Aris.

“Hmm… Lu jangan nyebar, ya! Gue abis jadian sama Kalilla…!” jawab Hadi.

“Waaahhh… Selamet, ya!” ucap Aris.

“Di… Pulang! Udah sore!” sahut Echa.

Hadi menurut dan akhirnya mereka pulang. Jujur, saat itu Echa seneng banget bisa ngeliat wajah Aris lagi. Walau jika inget semua perbuatan Aris kepadanya, air mata Echa selalu menetes dengan sendirinya.

0 komentar:

Posting Komentar