Pagi itu terasa lebih sejuk karena hujan yang turun semalaman, dedaunan terlihat lebih segar dengan embun-embun segar yang membuat udara lebih baik dari biasanya. Berhubung hari ini hari Sabtu, Farah malas untuk bangun pagi, dia ingin meneruskan tidurnya. Hari ini, tidak akan ada yang boleh mengganggu tidurnya, siapa pun itu.
Namun, handphone nya berdering, tidak sekali, melainkan berkali-kali. Sunggung mengusik jam tidurnya. Deringan itu menandakan ada panggilan masuk. Dengan malas, diraihnya benda kecil itu dari atas meja belajarnya.
“Hmm, halo?” sapa Farah dengan suara malas.
“Faraaah… Lu tidur ya!? Rah, gue mau ngajak lu ke Puncak nih… Pagi ini seger banget, enak buat jalan-jalan…” ucap seseorang disebrang sana.
“Ini siapa sih? Sorry, gue mau tidur…” kata Farah.
“Ini gue Dini…! Yaelah Rah, masa seger-seger gini lu malah tidur… Pantes aja badan lu kaku gitu…” kata Dini.
“Aaah, gue males Din…” ucap Farah.
“Ayolaah.. Please! Ada Putra loh! Lu harus ikut… Please bantu gue…” ucap Dini memelas.
“Hah!? Gilang…!?” sahut Farah yang langsung bangun dari tidurnya.
“Siapa…? Gilang? Siapa tuh? Orang Putra kok… Ngelindur ya lu…?” tanya Dini.
“Ehehe… Iya kali… Ok deh, gue ikut… Tapi jemput gue ya…” jawab Farah yang entah mengapa jadi sulit menolak.
“Ya udah, jam setengah 8 gue jemput! Buruan mandi…” kata Dini.
***
Niatnya sih ingin tidur dalam perjalanan. Tapi, hatinya terlalu gelisah melihat Gilang dan Dini duduk berdampingan. Gilang menyetir dan Dini disampingnya sebagai penunjuk arah. Ya, maklum lah, Gilang baru pindah dari Semarang, dia belum tau jalan-jalan di Jakarta dan sekitarnya.
“Ya Allah, kenapa aku sangat tersiksa melihat mereka? Padahal mereka adalah sahabatku. Rasanya aku ingin memisahkan mereka, rasanya aku ingin menarik Dini keluar mobil, aku juga ingin duduk disebelah Gilang…” batinnya.
“Eh, Rah, kok lu ngelamun aja sih? Hayyo lagi mikirin siapa?” tanya Putra yang ternyata sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya.
“Aah, enggak kok… Gue masih ngantuk aja…” jawabnya berbohong.
“Yaudah, tidur aja, Rah… Perjalanan masih lumayan kok, masih ada cukup waktu buat lu tidur…” sahut Dini.
“Nah itu dia masalahnya, Din! Gue gak bisa tidur…” balas Farah.
“Hmm, kalo lu mau, lu bisa baca comic yang gue bawa…” kata Putra.
“Mana? comic Detective Conan khan?” tanya Farah semangat.
“Hehehe… Tau aja lu! Nih, keluaran terbaru loh! Gue udah baca, seru banget ceritanya!” jawab Putra sambil memberikan comic yang dimaksud.
Farah membacanya dengan sangat antusias. Yaa, Farah dan Gilang memang sama-sama menyukai comic seri Detective Conan. Bahkan dulu demi membeli comic edisi terbatas, mereka sampai harus patungan! Yaah, namanya juga anak kecil.
“Kalian suka Detective Conan, ya?” tanya Dini.
“Banget…!” jawab Farah.
“Iih, gue mah takut… Banyak pembunuhannya! Sadis deh…” ucap Dini.
“Yaa, memang! Malah itu bagian paling serunya…!” kata Putra. “Coba deh lu baca, nanti ketagihan deh…”.
“Hmm, enggak ah! Makasih…” balas Dini.
***
Akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Sebuah villa dikawasan Puncak pas milik Dini. Tak terlalu besar, namun nampak luas karena penataannya yang rapih.
“Psst psst… Rah, sini…” panggil Dini agar Farah menghampirinya.
“Apaan?” tanya Farah yang meninggalkan Gilang di teras depan.
“Rah, ini tempat yang bagus untuk PDKT… Bantu gue ya, Rah…” pinta Dini.
Dan dengan berat hati, Farah meng-iya kan permintaan sahabatnya itu.
Disaat Dini lengah, Farah mendekati Gilang, entah mengapa makin hari perasaannya makin menjadi-jadi. Seakan tak mau lepas! Tapi itu tidak boleh terjadi, sebab perasaan Farah itu hanya akan merusak persahabatan mereka bertiga, hubungan yang susah payah dibina selama ini.
“Hmm, Gilang… Gue mau ngomong sesuatu sama lu…” ucap Farah.
“Apaan, Rah? Ngomong aja…” kata Putra.
“Hmm, ada yang suka sama lu…” kata Farah.
“Siapa?” tanya Putra.
“Dini…” jawab Farah.
“Hah? Serius?” tanya Putra tak percaya.
“Iya… Dan gue janji mau bantu dia…” jawab Farah.
“Tapi gue udah suka sama cewek lain…” ucap Putra.
“Tapi Put, Dini bener-bener menyayangi lu! Gue tau sifat Dini! Sekali sayang, ya sayang! Gue mohon jangan sakiti dia… Dia cuma cewek rapuh yang pernah disakiti, dan disaat dia menemukan cinta barunya, gue gak pengen dia sedih…” kata Farah tanpa memperdulikan ucapan Gilang barusan.
“Farah, cinta itu gak bisa dipaksa… Gue gak ada perasaan apa-apa sama dia! Cuma perasaan sebatas sahabat!” kata Putra.
“Se tidaknya lu coba dulu, Lang! Gak ada salahnya khan?” ucap Farah.
“Mungkin bisa gue coba, tapi kalo gagal gimana, Rah? Gue nanti akan menyakiti 3 hati sekaligus! Hatinya Dini, hati gue dan hati cewek yang gue suka! Itu bukan jalan yang terbaik…” kata Putra.
“Tau dari mana? Siapa tau Allah berkhendak lain!” kata Farah tetap ngotot.
“Gue tau dari hati gue! Hati gue berkata tidak! Dan gue akan tetap pada keputusan itu!” ucap Putra lantang.
Farah diam, dia yakin Gilang tidak akan mengubah keputusannya. Siapapun yang akan membujuknya nanti, keputusan itu tak akan pernah goyah. Itu lah sifat Gilang dari dulu, tetap konsisten dengan satu keputusan, apapun konsekuensinya.
***
Selama di Puncak, Farah membiarkan Gilang berdua dengan Dini, dia menyendiri di kamar, alasannya ngantuk, ingin tidur dan tak ingin diganggu. Yaah, dia ingin membiarkan Dini menikmati harinya bersama Gilang, walau Farah tau Dini dan Gilang tak akan pernah bisa jadian. Tapi setidaknya ada kesan tersendiri yang bisa Dini rasakan.
“Yeah, cinta tak harus memiliki khan? Walau Gilang tidak menyukai Dini, tapi dia sudah mencintai cewek lain. Udah gak ada lagi kesempatan buat gue. Mungkin emang takdir berkata bahwa gue dan dia memang hanya sebatas sahabat, sahabat tercinta.”.
“Mungkin bentar lagi gue harus siap satu dus tissue untuk si Dini. Pasti nanti dia curhat ke gue sambil nangis-nangis karena patah hati… Sama kayak dulu, pas Dini putus sama Deny. Yeah, kasian juga gue sama Dini, disaat dia mulai jatuh cinta lagi, cowoknya gak cinta sama dia. Hmm, bertepuk sebelah tangan… Sama aja kayak gue…”.
Ditengah lamunannya di balkon kamar, tiba-tiba Dini datang menghampirinya.
“Heei? Kayaknya lu ngelamun mulu deh… Kenapa?” tanya Dini.
“Gak apa-apa kok, Din… Cuma lagi sedih aja…” jawab jawab Farah.
“Sedih kenapa? Cerita lah sama gue…” ucap Dini menawarkan diri.
“Hmm, cinta bertepuk sebelah tangan, Din! Cowok yang gue suka, udah suka sama cewek lain!” kata Farah.
“Sama kayak gue dong…” kata Dini.
Sontak Farah terkejut. “Hah!? Apa? Tau dari mana?” tanya Farah.
“Tau dari Putra… Dari tadi siang sampe sore, gue jalan sama dia… Nah kita cerita-cerita… Gue juga sempet bilang kalo gue suka sama dia! Dan dia nolak gue secara halus… Gue salut sama dia! Jarang ada cowok yang bener-bene jaga perasaan cewek…” jawab Dini. Tak ada raut wajah kesedihan yang terlihat, yang ada wajah bangga yang samar-samar.
“Dia emang cowok istimewa… Dia sahabat terbaik gue…” ucap Farah yang ikut larut dalam perasaan Dini. “Sabar ya, Din… Gue yakin nanti lu akan mendapat cinta sejati lu… Yang gak akan menyakiti lu…”.
“Iya… Thanks ya, Rah! Lu tau gak, kata-katanya yang masih gue inget jelas dalam otak gue…” kata Dini. “Dia bilang, ikuti kata hati lu, dan nanti lu akan mendapat kesempurnaan dalam sebuah kehidupan yang sangat berarti…! Sebuah kata-kata yang ringan, namun terus melekat dalam ingatan…”.
“Yaah, itu memang kata yang sering dia ucapkan…” kata Farah.
“Hei? Kalian sedang membicarakan orang ganteng ya?” sahut seseorang dari depan pintu, Putra.
“Yeah? Gue akui iya…” aku Dini.
“Ngapain sih lu tiba-tiba dateng… Gak tau kita lagi seru-serunya apa?” tanya Farah.
“Maaf deh… Dasar cewek! Hobbinya ngegossip!” jawab Putra. “Eh, gue laper nih…!”.
“Makan lah!” ucap Dini.
“Gak ada makanan apa-apa di meja… Makan apa gue? Masa piringnya gue makan…?” tanya Putra.
“Kasian banget sih, nih cowok! Hahaha… Din, kasih makan tuh… Kasian anak orang! Nanti Maminya nangis…” jawab Farah meledek.
“Yeah? Mami? Gue udah gak manggil-manggil Mami lagi ya, kalo laper! Wooo!” ucap Putra membela diri.
“Peace deh…” kata Farah.
“Yaudah, dari pada ribut, mending kita keluar yuk! Nyari makan…” kata Dini.
“Masak aja…” ucap Putra.
“Hahaha… Lu nyuruh Dini masak, Lang? Yeah? Masak air aja dia gak bisa…” sahut Farah.
“Huust! Aib orang jangan dibuka…! Udah ah… Ayo nyari makan… Usus gue udah merengkut nih..!” kata Dini.
***
Seminggu ini, Farah terus menyendiri. Jangankan Dini, Gilang pun sulit menemuinya. Walau satu sekolah, selalu ada saja alasan Farah untuk menghindar. Mungkin dia sedang berusaha berfikir memecahkan masalahnya, dia ingin seperti Conan dan Heiji dalam comic yang dengan mudahnya memecahkan masalah serumit apapun itu.
“Rah? Gue mau ngomong sama lu! Sekarang juga gue mau kerumah lu…” sapa Putra lewat telpon.
“Gue gak ada dirumah, Lang! Besok aja…” balas Farah berbohong.
“Gue gak peduli, mau lu bilang gak ada di rumah, gue akan tetep kerumah lu!” ucap Putra.
Berselang 10 menit, pintu kamarnya diketuk Mamah. Sekali Farah tak menjawabnya, tetapi Mamah tidak menyerah, wanita itu terus mengetuk pintu kamar anaknya.
“Apa sih, Mah?” sahut Farah.
“Ada Gilang dibawah… Dia mau ketemu kamu…” ucap Mamah.
“Bilang aja aku gak ada…” pinta Farah.
“Kamu kenapa, sih? Berantem ya sama Gilang? Tumben banget?” tanya Mamah.
“Mamah mau tau aja sih, itu urusan aku…” jawab Farah.
Tiba-tiba Gilang datang menyusul Mamah. Keinginannya untuk bertemu Farah sudah tidak bisa ditunda lagi. Dia tidak bisa terus dijauhi Farah, sahabat kecilnya yang juga sangat dia sayangi. Sayang saja, keduanya tidak ada yang berani menunjukkan perasaan mereka.
“Gue mohon, Rah. Kita harus ngomong!” pinta Putra.
“Mamah tinggal, ya!” kata Mamah. “Lang, jangan berantem mulu sama Farah…”.
“Iya Tante…” balas Putra, kalem.
“Apa sih yang mau diomongin? Kayaknya gak ada apa-apa deh…” kata Farah.
“Apanya? Lu sadar gak sih? Udah seminggu ini lu berubah jadi aneh, lu menjauh dari gue dan Dini. Maksudnya apa? Mau ngedeketin gue sama cewek itu? Dini aja mengerti kalo gue gak bisa membalas rasa sayangnya! Masa lu enggak!” ucap Putra.
“Bukan masalah Dini dan lu! Gue hanya lagi terjebak perasaan gue sendiri…” kata Farah mengakui.
“Lu kenapa? Cerita lah, sama gue… Lu masih menganggap gue sahabat lu, khan?” tanya Putra dan Farah mengangguk.
Farah mulai bercerita tentang dirinya yang menyukai seseorang, tapi cowok itu sudah lebih dulu menyukai cewek lain. Farah menjadi serba salah, dia bingung dengan perasaannya sendiri. Dia ingin melihat cowok itu bahagia dengan pilihannya, tapi disisi lain hati Farah sungguh tak rela melepasnya.
“Siapa cowok itu, Rah?” tanya Putra penasaran.
“Entah lah, gue juga gak tau siapa cowok itu… Yang gue tau, gue sangat mengenalnya…” jawab Farah yang sudah berlinang air mata. “Dan gue mohon jangan terus bertanya, gue sudah cukup lelah dengan semua ini.”.
“Ok, jika itu yang lu mau… Gue sahabat lu, gue sayang sama lu… Gue gak mau melihat lu menangis seperti ini…” ucap Putra sambil menghapus air mata yang membasadi pipi Farah.
“Cowok itu kamu, Gilang! Aku sayang sama kamu! Tapi siapa cewek itu, yang sudah berhasil merebut hati kamu? Sungguh aku tidak rela…” batinnya.
“Andai kamu tau bahwa aku mencintai kamu, Farah… Akankah aku bisa mengganti posisi cowok itu di hati kamu? Rasanya ingin aku bunuh saja dia yang sudah membuatmu seperti ini…” ucap hati Putra.
-BERSAMBUNG-
0 komentar:
Posting Komentar