About Me

[renungan] Arti Cinta Dan Ketulusan

Minggu, 13 Oktober 2013
Cinta?
Ketulusan?


Definisi cinta menurut wikipedia :
Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apa pun yang diinginkan objek tersebut.

Definisi ketulusan menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) :
tu·lus a sungguh dan bersih hati (benar-benar keluar dr hati yg suci); jujur; tidak pura-pura; tidak serong; tulus hati; tulus ikhlas: orang lain belum tentu berhati -- kpd kita; ia menyumbangkan tenaga dan hartanya dng -- ikhlas; ke·tu·lus·an v kesungguhan dan kebersihan (hati); kejujuran: dng segala ~ hatinya ia menghadiahkan sebagian hartanya kpd fakir miskin

Pernahkah kita mencintai seseorang dengan tulus? Dan apakah kita benar-benar tulus mencintainya?

Saya mengambil kisah dari kerabat dekat saya, dari beliau saya mengerti apa arti ketulusan. Cinta, kasih sayang yang benar-benar tanpa pamrih sedikitpun.

Orang yang dia kasihi akan berulang tahun dalam waktu dekat ini. Saya melihat dia begitu tekun kesana-kemari untuk mengambil video orasi dari orang-orang berisi makna pertambahan umur, makna impian dan cita-cita. Video tersebut sebagai kado persembahan dari kerabat saya ini.
Saya yakin, cukup besar biaya yang dikeluarkan hanya untuk membuat kado untuk orang yang sebenarnya tidak ada ikatan dengannya. Bukan pacar, tunangan, apa lagi pasangan hidup. Terlebih mengingat kerabat saya ini menyandang status mahasiswi.
Saya melihat ketulusan.
Tanpa kenal lelah dengan tripod dan kamera digital, wanita ini kesana-kemari mencari orang, memintanya untuk berorasi, mengumpulkan benda-benda yang memiliki makna untuk sang berulang tahun, dan membuat TTS.
Ketika saya bertanya, apa tujuannya membuat semua ini, wanita itu menjawab "Berharap dia termotivasi dengan apa yang aku berikan ini, semangat dengan kuliahnya di tempat baru, semangat menata masa depannya kembali" dan dari matanya, saya tak ragu untuk mengatakan bahwa wanita ini memiliki cinta kasih yang tulus.
Project ulang tahun yang sedang dia garap pun membawa banyak berkah untuk orang-orang disekitarnya. Banyak orang yang terlibat, terlalu banyak emosi dan dampak positif yang ditimbulkan akibat project ini. Benar-benar mewakili perasaan, simpati, cinta, kasih, perhatian, melambangkan kebesaran Tuhan sebagai Sang pencipta semesta alam dan kita manusia.

Cinta yang tulus memang selalu membawa berkah untuk siapapun, cinta yang luar biasa. Tak hanya untuk dua insan yang terlibat, melainkan segala unsur yang tak lupa dilandaskan Tuhan Yang Maha Esa.

Cinta yang tulus bukan hanya dua, tetapi banyak, saking banyaknya sampai tak bisa diutarakan dengan rangkaian kata apapun. Hanya nurani yang berbisik, dan mengucap syukur tiada henti kepada Tuhan.

Cinta yang tulus tidak bisa diutarakan atau di lambangkan oleh apapun. Abstrak, namun penuh estetika.

Terima kasih Tuhan, telah kau ciptakan cinta diantara kami para makhluk ciptaanMu.
Terima kasih semesta, telah kau isyaratkan cinta yang tulus dengan caramu.

Terima kasih kawan, sudah mau membaca postingan saya.

Flashback

Kamis, 29 November 2012


Rintik hujan turun menebarkan hawa dingin yang menyengat kalbu. Lukisan embun yang menghiasi jendela kaca dikamarku menggoda nurani untuk menuliskan namamu disana. Sebuah nama sederhana yang pernah menemani hari-hariku, dalam suka maupun duka, dalam derasnya hujan juga teriknya sinar matahari.

Kisah itu sangat sederhana dan mudah. Kau datang disaat aku belum mengenal siapapun ditempat itu, muncul sebagai tokoh malaikat yang bertugas menemani dan melindungi aku sebagai murid baru. Dengan sikapmu yang sederhana, sangat ramah dan juga sering mengenalkan ku akan hal-hal baru, dengan semua itu kau berhasil menarik perhatianku.

Aku tersadar dari lamunanku, segera ku hapus namanu yang telah tertulis di jendela. Aku beranjak dari kursi panjang itu dan beralih berbaring diasar kasur. Berkali-kali aku mencoba mengubah posisi tidurku, berharap dapat tidur dengan tenang dan menepis semua bayangmu yang sedari tadi berputar dalam pikiranku.

 Menyerah! Sekuat apapun usahaku untuk tidak mengingat masa lalu itu, semua seperti menyerang balik, semakin ingat dan jelas. Mungkin karena suasana gerimis yang mengundang semua ini. Baiklah, sepertiya tak ada salahnya bagiku untuk sesekali mengingatnya. Mengingat kisah singkat yang terjadi dua tahun lalu. Kisah yang seharusnya tidak boleh ada. Karena terlalu banyak efek negative yang kini tertinggal sebagai akhir cerita singkat itu.

 ==

Pertama kali aku mengenalnya, adalah saat aku bergabung dalam salah satu ekstra kulikuler yang ada disekolahku. Dia seniorku, berbeda satu tahun dari usiaku.

“Hey, gue Radit!” ucap cowo yang bertubuh tinggi itu.

“Iya, hey juga… Gue Nessa” aku balik mengenalkan diriku. 

Perkenalan itu tidak hanya sekedar bertukar nama, pada akhirnya kami terlibat dalam sebuah obrolan yang menarik. Saling menceritakan tentang hobby dan tentang semua kegiatan yang disukai masing-masing. Walau baru pertama berkenalan, rasanya kami sudah merasa akrab satu sama lain.

Mulai dari masa perkenalan itu, entah mengapa kami menjadi sering menghabiskan waktu bersama. Bahkan aku sering diajak bergabung bersama teman-temannya yang lain, siswa-siswi kelas 11. Setiap jam istirahat kami selalu berkumpul di koridor dekat tangga hanya untuk mengobrol atau melakukan aktivitas ringan lainnya. Akibatnya, aku lebih dekat dengan para seniorku dibanding dengan teman-teman sekelas ataupun seangkatan.

Dengan aktivitas baruku, aku sempat melupakan pacarku yang bersekolah disekolah lain. Cowok yang telah menjadi pacarku sejak kelas 3 SMP hingga sekarang. Aku merasa agak berdosa karena lebih banyak menghabiskan waktu bersama Radit dibanding dengan Bayu, pacarku. Namun apa daya, jarak dan waktu sangat tidak mendukung jika aku dan dia ingin menghabiskan waktu bersama, kecuali hari libur. 

Suatu hari, saat aku diantar Radit pulang, kami kehujanan ditengah perjalanan. Hujan lebat beserta angin dan petir.

“Nes, lanjutin gak nih? Hujannya parah banget!” ucap Radit yang sudah basah kuyup dan mulai kedinginan.

“Yaudah deh, minggir dulu aja. Cari tempat yang bisa dijadiin tempat berteduh” balasku yang sadar akan kondisi kami yang sudah basah semua.

Akhirnya kami berteduh disebuah warung. Semilir angin menerpa tubuh kami yang sudah basah hingga kami makin merasa dingin. 

“Het dah! Dingin banget!” ujar Radit sambil menggosok-gosokkan telapak tangannya.

“Hahaha… Kasian banget lo!” aku meledeknya.

“Ye curang! Gue kan didepan, nyetir! Dingin tau kena angin!” balasnya sambil menjitakku.  
 
“Ah! Sakit! Kebiasaan banget sih!?” ucapku kesal.

“Hahaha… Lucu deh kalo lagi marah!” kata Radit yang membuatku tidak mampu membalas ucapannya itu.

Tak terasa hujan telah reda, hujan tidak sederas tadi. Sudah tidak ada petir dan angin. Hanya gerimis. Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang, berhubung hari semakin sore. Setelah 10 menit menempuh perjalanan, akhirnya kami sampai dirumahku.

“Kak, masuk dulu, neduh… Deres lagi nih hujannya. Lo udah kaya korban banjir, jelek banget!” ucapku.

“Wah ngocol! Hmm, yaudah boleh deh. Gue mau ganti baju juga. Kalo masih hujan ya gue pake rain coat pulangnya” balasnya.

Aku membuka gerbang, dia pun memarkirkan motornya dihalaman rumahku. Setelah mengetuk pintu dan mengucap salam, nenekku membukakan kami pintu, dan menyambut kami. 

“Nih Kak, kalau mau ganti baju” ucapku sambil membuka pintu yang ada dibawah tangga, kamar mandi.

“Sip.” Balasnya singkat.

Aku meninggalkannya, bergegas mandi dan juga mengganti seragam basahku dengan pakaian kering. Saat aku keluar kamar, ternyata Kak Radit masih berada di kamar mandi. Aku berinisiatif membuatkannya teh manis hangat.

“Pas banget timmingnya!” ucapku saat mendengar suara pintu terbuka.

“Bikin apaan tuh?” suaranya terdengar mendekat.

Tiba-tiba dia merangkulku. Rasanya ada listrik yang mengalir dalam tubuhku, lalu menyambar jantungku dan membuatnya berdetak keras dan lebih cepat dari biasanya. 

“Ini teh anget” jawabku singkat.

Dia mengambil teh yang semua ada di tangan ku, kemudian mengaduk-aduknya dengan sendok kecil. Tertawa kecil dan mulai menjitakku.

“Aw! Apaan sih!?” ucapku kesal.

“Hahaha, ini lo yang buat? Yakin? Bukannya nenek lo yang buat?” ucapnya dengan tawa jahil. 

“Gue yang bikin lah! Nenek gue ada dikamarnya noh!” balasku.

“Yakin?” Tanya cowok itu sambil menjitakku lagi, dan aku hanya bisa memasang raut wajah kesal. “Makasih ya” lalu dia meminumnya sampai habis. 

Aku mengajaknya keruang tau, menemaninya mengobrol sambil menunggu hujan berhenti.

“Kak, sebenarnya hubungan lo sama Kak Meta tuh seperti apa sih?” tanyaku penuh rasa penasaran

Cowok itu terdiam sejenak, sepertinya ada yang disembunyikan dariku. Dan sesuatu itu adalah hal yang besar. 

“Rahasia ya, Kak?” tanyaku lagi.

“Hahaha… mukanya serius amat!” dia malah meledekku.

“Ah serius!” ucapku kesal.

“Biasa aja kali!” dia menjitakku untuk kesekian kalinya. “ Meta itu mantan gue. Emang kenapa? Dia gangguin lo?” Kak Radit balik bertanya.

“Hmm, enggak ganggu sih, Kak” jawabku. “Terus, kalian mau balikan ya?”

“Enggak tuh! Hahaha” jawabnya dengan tawa. “Cieeee, cemburu ya?” dia mencubit pipiku.

“Enggak!” jawabku lantang.

“Yakin?” ucapnya dengan nada menggoda.

Aku tidak menjawab pertanyaan terakhir dari Kak Radit. Namun dalam hati aku bergaka, “Iya kak, gue cemburu”

Tiba-tiba dia mengeluarkan handphone dari saku celananya, dan mulai mengetik, sepertinya membalas SMS. Raut wajahnya sangat ceria, senyam-senyum sendiri, bahkan sampai tertawa, mungkin itu SMS dari Kak Meta.

Namun, tiba-tiba handphone ku bordering. Ada pesan masuk. Aku melirik Kak Radit dengan sinis. Pasti dia mengerjaiku lagi. 

“Apaan liat-liat?” Tanya cowok itu.

“Dasar kurang kerjaan!” jawabku kesal sambil membuka pesan tersebut.

Rasanya seperti ada petir yang menyambar. Membuat antara hati dan otak tidak dapat sinkron. Jujur saja, aku merasa senang membaca pesan tersebut. Tapi bagaimana tentang Bayu? Cowok yang berstatus pacarku hingga sekarang. Bagaimana juga dengan Kak Meta? Cewek jutek itu pasti akan menjadi medusa dihadapanku. Oh Tuhan, kenapa harus sekarang Kak Radit mengirimkan pesan ini?

 Aku menatap Kak Radit, dan dia pun balas menatapku. Sepertinya, dia mulai membaca keraguanku.

“Kalo gak bisa ngomong langsung, bales di SMS aja” ucapnya sok bijak.

“Tapi lo kan tau kalo gue masih pacaran sama Bayu!” balasku.

“Gue tau kok” jawabnya.

“Gue rasa, lo juga tau kan kalo Kak Meta juteknya luar biasa sama gue? Dia mengintrograsi gue kemaren. Gara-gara akhir-akhir ini gue deket sama lo” ucapku yang membuatnya ternganga.

“Hah!? Iya apa?” ucapnya tak percaya.

“Emangnya lo gak tau? Payah” aku bertanya.

“Yaa, setau gue sih Meta emang tampangnya jutek, tapi sebenernya hatinya gak se-jutek mukanya. Gue gak tau kalo dia sempet ngelabrak lo. Tapi lo gak kenapa-napa kan, Nes?”

“Gue aman aja kok. Gue bukan anak TK yang wajib lo khawatirin kalo dilabrak sama cewek yang lagi cemburu” 

“Maafin gue, Nes” ucap cowok itu. Sepertinya dia menyesal telah membawaku kedalam masalahnya.

“Kak, sebaiknya lo jujur sama gue sekarang. Sebenarnya antara lo sama Kak Meta tuh ada hubungan yang seperti apa? Hubungan baik atau musuhan? Atau apa? Gue yakin Kak Meta ngomong sama gue kemaren tuh ada alasannya” Tanya ku penasaran, juga kesal.

Kak Radit terdiam sejenak, menghela nafas kemudian menyandarkan punggungnya ke sofa. 

“Dia cuma mantan gue, Nes. Cewek yang gue putusin karena tingkah kekanak-kanakannya yang kelewatan. Lima bulan lalu gue sama dia putus karena dia kelewat manja, gue gak suka. Tapi kayaknya Meta masih gak terima, dia selalu menghardik semua cewek yang gue deketin ataupun yang lagi ngedeketin gue” ucap Kak Radit menjelaskan.

 Aku tidak menanggapi penjelasan dari Kak Radit. 

“Jadi?” Tanya Kak Radit.

“Jadi apa?” aku balik bertanya.

“Jawaban dari SMS barusan apa? Lo mau gak jadi pacar gue? Hm, maksudnya boleh gak gue jadi selingkuhan lo?” akhirnya Kak Radit menanyakan hal itu secara langsung. Senang, sekaligus sedih, kenapa harus sebagai selingkuhan? Ya, karena aku masih memiliki Bayu. 

“Gue suka sama lo, Kak. Tapi gue masih punya Bayu. Gimana juga dengan Kak Meta? Gue gak mau ada keributan dengan siapapun itu, Kak” jawabku.

“Okelah, kalau begitu kita lanjutkan saja hubungan ini sebagai kakak-adik. Lo juga masih sama Bayu, kan? Gue gak mau jadi orang ketiga. Kalau kakak-adik gak bisa disebut selingkuh kan?” ucap nya.

“Iya sih…” balasku.

“Gue pulang, ya?” Kak Radit beranjak dari sofa dan mengambil tasnya. “Salam buat Nenek lo”.

“Tapi masih hujan, Kak…” balasku memelas, aku kecewa dia memutuskan untuk pulang disaat situasi seperti ini.

“Biarin. Udah sore juga. Gue ada rain coat kok di jok motor. Lagian hujan kaya gini pasti bakalan awet sampe besok.”cowok itu mulai melangkah menuju pintu, dan membukanya.

“Yaudah deh, hati-hati ya, Kak” ucapku pelan.

“Jangan nyesel ya, Nes! Hahaha” balasnya. Aku kesal, lagi-lagi dia sempat mengejekku.

“Mungkin dari awal kita emang harus berakhir hanya sebagai kakak dan adik, enggak lebih. Titip salam buat Bayu, bilang sama dia, sekali-kali main ke 97! Bakdat ke 97 gak akan terasa jauh kalau demi pacarnya. Bilang juga sama Bayu, kalo dia masih cuek, mending pacarnya buat gue aja! Hahaha” ucapnya sambil men-starter motor.

Lambat laun sosok cowok itu menghilang dari pandangan ku. Yang tersisa hanya aku yang masih mematung di depan pintu. Memikirkan kembali peristiwa yang barusan terjadi. Lebih tepatnya memikirkan setiap kata yang diucapkan Kak Radit.

“Dasar manusia bodoh!” umpatku.

==

Aku terbangun dari lamunanku. Mengingat peristiwa dua tahun lalu itu rasanya seperti dengan sengaja menumpahkan cairan alcohol diatas luka yang baru setengahnya mengering, dan menyebabkan luka tersebut kembali terbuka. Bagaimana tidak? Dua tahun aku melupakan peristiwa itu, namun selalu teringat hanya jika rintik hujan turun. Bahkan disaat Kak Radit sudah lulus dari SMA ini, aku tetap tidak bisa melupakan kejadian itu. Sosok aneh dan konyolnya selalu ku ingat. 

Tak hanya itu, aku juga selalu menyesalkan kandasnya hubungan ku dengan Bayu. Hubungan yang susah payah aku bangun lebih dari satu tahun itu harus berakhir lantaran aku yang terus terusan memikirkan Kak Radit, menyesalkan peristiwa hujan tersebut. 

Belum lagi akibat Kak Meta yang cemburu padaku, berhasil memonopoli keadaan dan membuat Kak Radit menjauhiku. Bukan hanya Kak Radit, melainkan semua orang yang berkaitan dengannya. Hal itu membuatku merasa tidak ada teman lagi. Karena awalnya aku hanya bermain bersama mereka.
Kini hanya tertinggal setumpuk penyesalan. Penyesalan yang takkan pernah terlupakan. Yang selalu teringat kembali ketika langit mendung dan mulai meneteskan air hujan.