Part. II
Langit makin gelap dan angin semakin kencang. Tiba-tiba sesosok gadis cantik bertubuh tinggi semampai muncul di samping empat sahabat. Spontan mereka berteriak dan menjauhi tubuh yang entah bernyawa atau tidak itu.
“Zenn, lu khan pemberani juga galak… Hajar tuh orang, dong!” pinta Rere.
“Eet, kalo dia beneran orang mah gue berani! Nah ini orang-orangan!” kata Zenn.
“Ga, lu khan pinter… Lu ngapain kek, biar kita lolos dari sini!” kata Rere.
“Gue harus ngapain?? Yaa, kita hanya bisa ber-doa…” ucap Meiga.
“Dari tadi gue udah berdoa tapi gak ilang-ilang tuh hantu…” sahut Kelly.
“Aaaah… Terus gimana nih…?” tanya Rere.
“Gak tau! Ini semua salah lu! Makanya jangan macem-macem! Gini deh!” jawab Zenn kesal.
Mereka saling menyalahkan, jadi ribut sendiri dan heboh sendiri. Tiba-tiba angin makin kencang berhembus. Kelly, Zenn, Rere dan Meiga makin takut.
“Hee… hei… Lu siapa? Ngapain dirumah kita?” tanya Zenn memberanikan diri.
Makhluk itu tertawa dan berkata, “Hihihi… Jangan ganggu saya, ini milik saya…”.
“Tapi kita udah membeli rumah ini!” sahut Rere.
“Lagi pula, ini juga bukan tempat kamu… Tempat kamu diatas sana!” kata Meiga.
“Bawa Kevin untukku dan aku akan pergi! Jika tidak, kalian akan sama sepertiku!” ucap makhluk itu dan tak lama kemudian menghilang. Rere, Kelly, Zenn dan Meiga pun sudah dapat keluar dari tempat itu.
**
Keesokan harinya, saat sarapan mereka membahas peristiwa yang mereka alami kemarin. Semua berusaha mencari jalan keluar yang terbaik. Juga memecahkan arti permintaan makhluk penghuni kamar pintu emas tersebut.
“Hei, kenapa kemarin dia menyebut nama Kevin? Apa dia bisa kenal sama Kevin?” tanya Rere.
“Mungkin dia tau, kalo Kevin itu cowok terganteng di sekolah… Hehehe…” jawab Kelly.
“Yeah? Masa hantu macam dia bisa kenal cowok ganteng?” tanya Rere heran.
“Hmm, menurut buku yang pernah gue baca, kalo makhluk halus menyebutkan sesuatu yang aneh, berarti dia punya dendam atau semacamnya….” jawab Meiga sambil mengolesi rotinya dengan selai cokelat.
“Apa kematiannya ada hubungannya sama Kevin? Tapi Kevin masih kelas 2 SMA, masa iya dia udah berani membunuh orang sampe gentayangan gitu…” tanya Kelly.
“Siapa tau aja dia gak sengaja… Kemungkinan itu ada loh!” jawab Rere.
“Dari pada pusing, mending kita tanya sama pemilik rumah sebelumnya. Lu tau orangnya khan Ga?” tanya Zenn.
“Tau tau… Dia temen kantor bokap gue kok! Itu bisa gue atur!” jawab Meiga.
“Secepatnya ya Ga! Lebih cepat, lebih baik!” ucap Zenn.
**
Sepulang sekolah mereka bertemu dengan orang yang dimaksud. Meiga sudah merencanakannya sebaik mungkin. Mereka bertemu di café tempat Kelly, Zenn dan Rere bekerja. Café nya Kevin.
“Pak, tidak sengaja kami membuka kamar pintu emas tersebut. Dan kami mengalami hal yang sangat aneh! Bisa tolong jelaskan?” tanya Zenn yang gak mau buang-buang waktu.
“Sebenarnya kamar tersebut adalah kamar milik Non Dinda. Tapi dia meninggal 3 tahun lalu. Dia dibunuh dikamarnya sendiri.” jawab Pak Wawan yang ternyata bekas supir dirumah itu.
“Lalu, siapa pembunuhnya, Pak?” tanya Kelly dengan penuh penasaran.
“Saya juga tidak terlalu tau. Tapi yang jelas, sehari sebelum Non Dinda terbunuh, ada teman laki-lakinya yang datang. Setelah laki-laki itu keluar, Non Dinda mengunci diri dikamarnya sampai ditemukan terbunuh pagi harinya…” jelas Pak Wawan.
“Kalau boleh tau, siapa nama laki-laki itu?” tanya Meiga.
“Hmm… Aduh saya lupa, Non. Hmm, kalau tidak salah namanya Alvin… Eeeh, bukan! Maksud saya Kevin!” jawab Pak Wawan.
“Kevin!?” semua histeris.
“Iya, kalian kenal?” tanya Pak Wawan.
“Dia teman satu sekolah saya, Pak! Apa ini orangnya?” tanya Kelly sambil menunjukkan foto Kevin yang dia simpan didalam dompet.
Pak Wawan nampak terkejut dan mulai mematung. “Iy, iya! Iya itu orangnya!” jawab Pak Wawan gugup.
**
Mereka tidak berani pulang kerumah. Hari ini mereka menginap dirumah Meiga, karena hanya rumah Meiga-lah yang mampu menampung mereka.
“Girls, gue gak percaya kalau yang dimaksud Pak Wawan itu Kevin!” ucap Meiga.
“Sama… Gue bener-bener gak percaya kalau Kevin, cowok popular, cool, ganteng dan pinter disekolah ternyata adalah seorang pembunuh!” kata Kelly yang nampak sangat kecewa.
“Iya ya… Tapi, kenapa Kevin gak masuk penjara?” tanya Rere.
“Kejadiannya khan 3 tahun yang lalu… Mungkin orang-orang lupa atau gak tau bahwa Kevin lah pembunuhnya… Ditambah si Dinda itu tinggal sendiri dirumah itu, orang tuanya lama meninggal…” jawab Zenn.
“Lagi pula, 3 tahun yang lalu Kevin masih dibawah umur dan hukumannya pasti sangat ringan…” ucap Meiga.
“Terus kita gimana? Masa kita selamanya gak balik kerumah itu? Kita udah nabung buat beli rumah biar bisa lepas dari orang tua, masa sekarang kita kalah sama makhluk tanpa nyawa itu!?” tanya Zenn.
“Emang lu berani ngadepin hantu gentayangan?” tanya Rere.
“Gampang! Kita seret aja Kevin, kita kasih ke si Dinda! Beres!” jawab Zenn.
“Jangan!! Kasihan Kevin…” sahut Kelly.
“Kel, gue tau lu suka sama Kevin, tapi apa lu mau pacaran sama seorang pembunuh! Mending lu lupain Kevin! Kevin itu gak baik! Bisa-bisa nasib lu sama kaya si Dinda!” kata Zenn.
“Udah lah, besok kita seret Kevin! Gue juga gak mau kehilangan rumah itu!” ucap Rere.
Setelah dipaksa, akhirnya Kelly pun setuju. Dengan berat hati dia relakan Kevin, orang yang dicintainya untuk menebus kesalahannya dimasa lalu.
**
Saat membuka matanya, Kevin terkejut mendapati dirinya sudah ada didepan kamar pintu emas. Dia tak percaya, ternyata bujuk rayu Kelly, Rere dan Zenn berujung pada masa lalunya yang kelam. Membunuh Dinda yang kala itu adalah pacarnya.
“Kalian tega banget sama gue! Ngapain kalian bawa gue kesini!?” tanya Kevin kesal dan takut.
“Dinda mau ketemu lu!” jawab Zenn.
“Dinda!? Dia udah mati 3 tahun lalu! Gue gak ada urusan sama dia!” kata Kevin. Tubuhnya menggigil ketakutan.
Karena terus memberontak, dengan terpaksa Kelly, Zenn, Rere dan Meiga menyeret paksa Kevin untuk masuk kedalam kamar itu.
“Dinda… Kita udah bawa Kevin!” ucap Zenn.
Langit kembali berubah gelap, pagi itu seketika berubah menjadi tengah malam yang sunyi senyap. Angin berhembus dan muncul lah sesosok makhluk cantik, mirip seperti lukisan yang terpajang didinding.
“Kevin?” ucap makhluk itu yang ternyata Dinda.
“Mau apa lu!? Lu udah mati!” ucap Kevin yang masih dijaga ketat oleh 4 sahabat.
“Kenapa sih dulu kamu tega membunuh aku? Aku sayang, Vin sama Kamu… Tapi kenapa kamu malah menyia-nyiakan cinta aku? Dan sampai nekat membunuh aku?” tanya Dinda.
“Gue jijik dikejar-kejar cewek kutubuku kaya lu! Yang kuper, dan bisanya bikin gue malu! Lebih baik lu gue musnahin supaya gue bebas dari fanatic macam lu!” jawab Kevin tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.
“Tapi kenapa kamu enggak menghargai perasaan aku sedikit pun!” tanya Dinda.
“Karena gue emang gak ada perasaan sama lu! Malah gue BENCI sama lu!” jawab Kevin.
Dinda marah, ternyata orang yang dia cintai tidak punya hati, yang ada diotaknya hanya ada popularitas. Dengan paksa, Dinda memegang tangan Kevin, sangat keras sampai Kevin pun mengerang kesakitan dan lama-lama putus. Kevin meninggal seketika karena urat nadinya turut terputus.
Kelly yang melihatnya yang bisa menangis meratapi kematian orang yang dia agung-agungkan selama ini. Kevin mati ditangan seorang arwah penasaran yang menuntut dendam. Melihat tubuh Kevin yang penuh darah dan pergelangan tangan yang sudah tidak menyatu lagi. Tragis… Sungguh Tragis!
“Terima kasih kalian sudah membantu saya. Sesuai ucapan saya tempo lalu, saya akan pergi…” ucap Dinda dengan rasa puas.
“Tapi apa mayat Kevin akan tetap berada disini atau menghilang bersama lu?” tanya Zenn.
“Tenang saja. Rumah ini akan bersih. Tak ada darah. Besok orang akan melihat tubuh Kevin tergeletak tak bernyawa didalam kamarnya. Sama seperti apa yang aku alami 3 tahun lalu…” jawab Dinda.
“Dan untuk kamu, Kelly. Kevin bukan lah cowok baik-baik. Kamu sangat lebih pantas mendapatkan cowok yang jauh lebih baik dan popular daripada Kevin!” ucap Dinda dan Kelly hanya bisa mengangguk. Dia masih terpukul.
Angin kembali bertiup, Dinda menghilang bersama mayat Kevin yang mengerikan. Semua kembali seperti sedia kala. Normal, tanpa ada sedikitpun keanehan yang menyelimuti rumah itu. Dinda sudah tenang dialam sana dan Kevin sudah mendapat apa yang sepantasnya dia dapat.
-Tamat-
Its my master piece : Semua canda-tawa, tangis-haru, suka-duka dan semua emosi dalam hati, terlukiskan dalam untaian kata-kata indah penuh makna. Dan mari termenung, berkenalan dengan diri kita sendiri, its your story.
About Me
Dibalik Pintu Emas Part. I
The master piece from
Nessa C. H.
Sabtu, 26 Juni 2010
Segerombol cewek remaja tampak ceria walau terjebak macet di kota Jakarta yang penuh sesak. Tentu saja, mereka baru saja berhasil mendapatkan rumah mewah dengan harga murah di salah-satu kawasan elite di Ibu Kota Negara tersebut.
“Yeay, Minggu depan gue akan terbebas dari semua aturan rumah yang konyol! Gak akan ada lagi batas jam pulang malem!” ucap Kelly.
“Bener banget tuh! Gue juga bisa party se-maleman suntuk!” ucap Rere.
“Yeaaay…. Kita bebas!!!” ucap Zenn bagai tahanan yang baru saja keluar dari penjara.
“Hehehe… Jangan seneng dulu, girls! Kita masih belum bebas sama rentetan tagihan yang akan kita tanggung selama kita tinggal dirumah itu…” sahut Meiga.
“Yaelaah… Santai aja Ga! Kita ber-tiga udah dapet kerja part time kok! Kerjanya seru lagi! Hehehe…” balas Kelly.
“Hah? Kerja dimana? Ajak-ajak gue doooong! Gue masih jadi pengangguran nih!” ucap Meiga.
“Aaah, lu mah gak usah pake kerja segala… Orang tua lu khan tajir! Mending lu belajar aja, biar kita-kita bisa nyontek sama lu… Hehehe…” kata Zenn tanpa rasa malu sedikit pun.
“Yaah, tega banget sih…” ucap Meiga memelas.
“Udah gak usah monyong gitu, Ga! Kita semua kerja di café nya Kevin! Ketos si SMA kita…” sahut Rere.
“Kevin? Serius…? Kok bisa??” tanya Meiga tak percaya.
“Bisa lah, Ga! Makanya, perbanyak waktu buat main sama kita-kita! Jangan di perpus mulu, baca buku!” jawab Kelly.
“Yeah? Gimana sih, tadi gue disuruh belajar biar kalian bisa nyontek sama gue? Sekarang disuruh main?” ucap Meiga kesal.
“Yeah? Gimana sih, tadi gue disuruh belajar biar kalian bisa nyontek sama gue? Sekarang disuruh main?” ucap Meiga kesal.
“Yaah, seenggaknya seimbangin keduanya lah, Ga…” kata Zenn.
**
Pagi itu Meiga menjemput ke-tiga sahabatnya di rumah Rere. Mereka sudah siap untuk pindah kerumah mereka yang baru. Rumah yang tanpa peraturan. Orang tua mereka mengizinkan pindah karena ke-empat cewek itu berhasil meyakinkannya dengan seribu alibi.
Honda jazz yang mereka kendarai terasa agak sesak karena mereka membawa barang yang tidak sedikit. Contohnya Rere yang dijuluki ratu pesta, dia membawa banyak koper dan semua itu membuat bagasi mobil bertambah sempit. Tapi semua itu tidak menyurutkan kebahagian mereka yang berhasil pergi dari rumah dan membuka gerbang kesenangan.
Lelah menata rumah seharian , mereka tertidur di sofa ruang tamu. Ditengah lelap mereka, Rere merasakan hal yang aneh. Dia pun terbangun karena seperti ada seseorang yang menyebut namanya, namun disekitar tidak ada orang kecuali mereka ber-empat. Karena takut dan penasaran, Rere membangunkan Kelly.
“Kel, bangun… Lu ngerasa ada yang manggil gue gak?” tanya Rere.
“Hmf… Gak… Cuma mimpi lu aja kali…” jawab Kelly masih setengah tertidur. Tak menyerah, Rere membangunkan Zenn.
“Zenn, lu merasa ada yang manggil gue gak?” tanya Rere.
“Ah, setan lu!! Ganggu gue tidur aja!” jawab Zenn yang memang tergalak. Kali ini dia membangunkan Meiga.
“Ga… Bangun… Perasaan gue gak enak nih!” ucap Rere.
“Hmm, kalo gak enak, kasih kucing aja, Re…” kata Meiga.
“Eeet…! Lu semua BANGUN APA!!!” ucap Rere.
“Bawel amat sih lu, Re! Gak bisa ngeliat orang tidur apa!?” tanya Kelly kesal.
“Perasaan gue gak enak nih, Kel… Zenn, lu khan yang paling berani… Temenin gue napa… Ngeri nih!” jawab Rere.
“Temenin kemana sih, Neng? Kita dari tadi ber-empat disini! Lu gak sendiri!” kata Zenn.
“Semua itu cuma halusinasi lu aja, Re… Disini cuma kita ber-empat! Mungkin yang lu denger tadi cuma suara tukang nasi goreng atau tukang bakso aja kali…” kata Meiga.
“Ett, gak mungkin! Tadi tuh jelas banget! Kaya ada yang manggil nama gue! R-E-R-E!” ucap Rere ngotot.
“Ah, yaudah lah, kita cuma kecapean aja… Mending kita tidur dikamar masing-masing aja! Ayo Re, lu khan sekamar sama gue…” ucap Zenn.
Masih dengan rasa kesal, Rere tidur dikamar. Entah mengapa, rumah itu terasa menyeramkan bagi Rere. Disetiap sudut ruangan, seperti ada sesuatu yang memperhatikan gerak-geriknya. Apa lagi jika dia melewati kamar yang ada di dekat tangga, seakan-akan seluruh tubuhnya ditiup angin yang entah berasal dari mana. Anehnya, semua perasaan Rere itu tidak turut dirasakan ke-tiga sahabatnya.
***
Sebulan sudah mereka mendiami rumah tersebut. Rere yang sudah tak tahan dengan semua yang dia rasakan, menceritakan semuanya kepada Kelly, Zenn dan Meiga pada saat jam istirahat sekolah.
“Eh, Ga, kok lu bisa sih ngedapetin rumah itu dengan harga murah… Rumah itu khan ada di tengah-tengah kawasan elite?” tanya Rere, membuka pembicaraan.
“Bisa lah, orang penjualnya sendiri yang nawarin ke gue…” jawab Meiga sambil bersiap melahap semangkuk bakso yang dia pesan.
“Kok aneh ya?” tanya Rere.
“Yang aneh tuh elu Re! Ngapain nanya-nanya begituan? Bukannya seneng dapet rumah mewah yang murah!” sahut Zenn sambil menuangkan kecap diatas batagor.
“Hei, bukannya aneh! Coba deh kalian mikir, kok mau orang itu menjual rumah se-mewah itu dengan harga murah? Bukannya itu berarti dia merugi?? Hayyyoo mikir!” kata Rere.
“Rere… Jangan mulai lagi deh! Lu masih terjebak dalam imajinasi lu, ya? Bangun Re, BANGUN!” ucap Kelly yang sepertinya kehilangan nafsu makan.
“Ini bukan imajinasi gue… Ini realita! Kenapa sih, kalian gak percaya sama gue! Gue merasa ada yang aneh sama kamar yang di deket tangga tau!! Kamar dengan pintu ber-cat emas! Dan gue juga gak pernah ngeliat diantara kita masuk kamar itu!” kata Rere yang emosinya mulai kepancing.
“Jangan negative thinking dulu, Re! Kata pemilik yang lama kunci kamar itu ilang, engselnya juga udah agak karatan, jadi susah didobrak… Jadi dibiarin gitu aja…” sahut Meiga.
“Tuh denger!” ucap Zenn.
“Gak mungkin Ga, Sabtu gue bakal buktiin kalo kamar itu misterius…” kata Rere penuh keyakinan.
“Yakin lu? Berani?” tanya Kelly ngeledek.
“Hmm… Yakin sih, tapi temenin ya… Please…?” jawab Rere.
“Yeaahh!??”.
***
Hari yang ditunggu-tunggu pun datang. Sore itu, Rere menyeret ke-tiga sahabatnya kedepan pintu kamar misterius itu. Ditangannya sudah ada sebuah golok yang dia pinjam dari tetangga untuk menghancurkan pintu itu. Namun dilarang oleh Meiga.
“Dari pada dihancurin, lebih baik kita coba dobrak aja… Siapa tau aja kali ini bisa! Biasanya, kalau engsel sudah lama karatan itu rapuh!” ucap Meiga.
Akhirnya mereka mendobrak pintu itu. Setelah bersusah payah, pintu itu terbuka dan WOW! Kamar itu nampak indah dan rapih. Bergaya classic dengan perpaduan warna gold, cokelat dan putih. Terlihat sebuah ranjang yang terbuat dari ukiran kayu juga sebuah meja rias kuno yang sepadan dengan ranjang tersebut. Yang lebih menarik perhatian empat sahabat itu adalah lukisan seorang gadis cantik yang terpajang didinding. Berkulit putih mulus, berambut lurus panjang terurai, mata yang indah dan senyum simpul sederhana yang menambah daya tarik gadis dalam lukisan tersebut.
Mereka terpana melihat kamar tersebut. Ternyata yang ada dibalik pintu emas misterius itu adalah sebuah kamar bak kamar Puteri Raja yang sangat terhormat. Namun, tiba-tiba jendela kamar itu terbuka dengan sendirinya, angin kencang mulai berhembus menembus seisi ruangan dan langit berubah gelap dan mengerikan. Pintu kamar yang semula hancur karena didobrak mereka, kembali utuh dan tertutup sempurna. Mereka terkunci dan tak bisa berbuat apa-apa.
-BERSAMBUNG-
Langganan:
Postingan (Atom)
Nessa Chairunissa Hilyati. Diberdayakan oleh Blogger.
Categories
- Dendam (1)
- Kehilangan (1)
- Kejujuran (1)
- Langit Yang Indah (1)
- Perasaan (4)
- Persahabatan (1)
- Sahabat dan Cinta (1)