About Me

Dibalik Pintu Emas Part. I

Sabtu, 26 Juni 2010

Segerombol cewek remaja tampak ceria walau terjebak macet di kota Jakarta yang penuh sesak. Tentu saja, mereka baru saja berhasil mendapatkan rumah mewah dengan harga murah di salah-satu kawasan elite di Ibu Kota Negara tersebut.
“Yeay, Minggu depan gue akan terbebas dari semua aturan rumah yang konyol! Gak akan ada lagi batas jam pulang malem!” ucap Kelly.
“Bener banget tuh! Gue juga bisa party se-maleman suntuk!” ucap Rere.
“Yeaaay…. Kita bebas!!!” ucap Zenn bagai tahanan yang baru saja keluar dari penjara.
“Hehehe… Jangan seneng dulu, girls! Kita masih belum bebas sama rentetan tagihan yang akan kita tanggung selama kita tinggal dirumah itu…” sahut Meiga.
“Yaelaah… Santai aja Ga! Kita ber-tiga udah dapet kerja part time kok! Kerjanya seru lagi! Hehehe…” balas Kelly.
“Hah? Kerja dimana? Ajak-ajak gue doooong! Gue masih jadi pengangguran nih!” ucap Meiga.
“Aaah, lu mah gak usah pake kerja segala… Orang tua lu khan tajir! Mending lu belajar aja, biar kita-kita bisa nyontek sama lu… Hehehe…” kata Zenn tanpa rasa malu sedikit pun.
“Yaah, tega banget sih…” ucap Meiga memelas.
“Udah gak usah monyong gitu, Ga! Kita semua kerja di cafĂ© nya Kevin! Ketos si SMA kita…” sahut Rere.
“Kevin? Serius…? Kok bisa??” tanya Meiga tak percaya.
“Bisa lah, Ga! Makanya, perbanyak waktu buat main sama kita-kita! Jangan di perpus mulu, baca buku!” jawab Kelly.
“Yeah? Gimana sih, tadi gue disuruh belajar biar kalian bisa nyontek sama gue? Sekarang disuruh main?” ucap Meiga kesal.
“Yaah, seenggaknya seimbangin keduanya lah, Ga…” kata Zenn.
**
Pagi itu Meiga menjemput ke-tiga sahabatnya di rumah Rere. Mereka sudah siap untuk pindah kerumah mereka yang baru. Rumah yang tanpa peraturan. Orang tua mereka mengizinkan pindah karena ke-empat cewek itu berhasil meyakinkannya dengan seribu alibi.
Honda jazz yang mereka kendarai terasa agak sesak karena mereka membawa barang yang tidak sedikit. Contohnya Rere yang dijuluki ratu pesta, dia membawa banyak koper dan semua itu membuat bagasi mobil bertambah sempit. Tapi semua itu tidak menyurutkan kebahagian mereka yang berhasil pergi dari rumah dan membuka gerbang kesenangan.
Lelah menata rumah seharian , mereka tertidur di sofa ruang tamu. Ditengah lelap mereka, Rere merasakan hal yang aneh. Dia pun terbangun karena seperti ada seseorang yang menyebut namanya, namun disekitar tidak ada orang kecuali mereka ber-empat. Karena takut dan penasaran, Rere membangunkan Kelly.
“Kel, bangun… Lu ngerasa ada yang manggil gue gak?” tanya Rere.
“Hmf… Gak… Cuma mimpi lu aja kali…” jawab Kelly masih setengah tertidur. Tak menyerah, Rere membangunkan Zenn.
“Zenn, lu merasa ada yang manggil gue gak?” tanya Rere.
“Ah, setan lu!! Ganggu gue tidur aja!” jawab Zenn yang memang tergalak. Kali ini dia membangunkan Meiga.
“Ga… Bangun… Perasaan gue gak enak nih!” ucap Rere.
“Hmm, kalo gak enak, kasih kucing aja, Re…” kata Meiga.
“Eeet…! Lu semua BANGUN APA!!!” ucap Rere.
“Bawel amat sih lu, Re! Gak bisa ngeliat orang tidur apa!?” tanya Kelly kesal.
“Perasaan gue gak enak nih, Kel… Zenn, lu khan yang paling berani… Temenin gue napa… Ngeri nih!” jawab Rere.
“Temenin kemana sih, Neng? Kita dari tadi ber-empat disini! Lu gak sendiri!” kata Zenn.
“Semua itu cuma halusinasi lu aja, Re… Disini cuma kita ber-empat! Mungkin yang lu denger tadi cuma suara tukang nasi goreng atau tukang bakso aja kali…” kata Meiga.
“Ett, gak mungkin! Tadi tuh jelas banget! Kaya ada yang manggil nama gue! R-E-R-E!” ucap Rere ngotot.
“Ah, yaudah lah, kita cuma kecapean aja… Mending kita tidur dikamar masing-masing aja! Ayo Re, lu khan sekamar sama gue…” ucap Zenn.
Masih dengan rasa kesal, Rere tidur dikamar. Entah mengapa, rumah itu terasa menyeramkan bagi Rere. Disetiap sudut ruangan, seperti ada sesuatu yang memperhatikan gerak-geriknya. Apa lagi jika dia melewati kamar yang ada di dekat tangga, seakan-akan seluruh tubuhnya ditiup angin yang entah berasal dari mana. Anehnya, semua perasaan Rere itu tidak turut dirasakan ke-tiga sahabatnya.
***
Sebulan sudah mereka mendiami rumah tersebut. Rere yang sudah tak tahan dengan semua yang dia rasakan, menceritakan semuanya kepada Kelly, Zenn dan Meiga pada saat jam istirahat sekolah.
“Eh, Ga, kok lu bisa sih ngedapetin rumah itu dengan harga murah… Rumah itu khan ada di tengah-tengah kawasan elite?” tanya Rere, membuka pembicaraan.
“Bisa lah, orang penjualnya sendiri yang nawarin ke gue…” jawab Meiga sambil bersiap melahap semangkuk bakso yang dia pesan.
“Kok aneh ya?” tanya Rere.
“Yang aneh tuh elu Re! Ngapain nanya-nanya begituan? Bukannya seneng dapet rumah mewah yang murah!” sahut Zenn sambil menuangkan kecap diatas batagor.
“Hei, bukannya aneh! Coba deh kalian mikir, kok mau orang itu menjual rumah se-mewah itu dengan harga murah? Bukannya itu berarti dia merugi?? Hayyyoo mikir!” kata Rere.
“Rere… Jangan mulai lagi deh! Lu masih terjebak dalam imajinasi lu, ya? Bangun Re, BANGUN!” ucap Kelly yang sepertinya kehilangan nafsu makan.
“Ini bukan imajinasi gue… Ini realita! Kenapa sih, kalian gak percaya sama gue! Gue merasa ada yang aneh sama kamar yang di deket tangga tau!! Kamar dengan pintu ber-cat emas! Dan gue juga gak pernah ngeliat diantara kita masuk kamar itu!” kata Rere yang emosinya mulai kepancing.
“Jangan negative thinking dulu, Re! Kata pemilik yang lama kunci kamar itu ilang, engselnya juga udah agak karatan, jadi susah didobrak… Jadi dibiarin gitu aja…” sahut Meiga.
“Tuh denger!” ucap Zenn.
“Gak mungkin Ga, Sabtu gue bakal buktiin kalo kamar itu misterius…” kata Rere penuh keyakinan.
“Yakin lu? Berani?” tanya Kelly ngeledek.
“Hmm… Yakin sih, tapi temenin ya… Please…?” jawab Rere.
“Yeaahh!??”.
***
 Hari yang ditunggu-tunggu pun datang. Sore itu, Rere menyeret ke-tiga sahabatnya kedepan pintu kamar misterius itu. Ditangannya sudah ada sebuah golok yang dia pinjam dari tetangga untuk menghancurkan pintu itu. Namun dilarang oleh Meiga.
“Dari pada dihancurin, lebih baik kita coba dobrak aja… Siapa tau aja kali ini bisa! Biasanya, kalau engsel sudah lama karatan itu rapuh!” ucap Meiga.
Akhirnya mereka mendobrak pintu itu. Setelah bersusah payah, pintu itu terbuka dan WOW! Kamar itu nampak indah dan rapih. Bergaya classic dengan perpaduan warna gold, cokelat dan putih. Terlihat sebuah ranjang yang terbuat dari ukiran kayu juga sebuah meja rias kuno yang sepadan dengan ranjang tersebut. Yang lebih menarik perhatian empat sahabat itu adalah lukisan seorang gadis cantik yang terpajang didinding. Berkulit putih mulus, berambut lurus panjang terurai, mata yang indah dan senyum simpul sederhana yang menambah daya tarik gadis dalam lukisan tersebut.
Mereka terpana melihat kamar tersebut. Ternyata yang ada dibalik pintu emas misterius itu adalah sebuah kamar bak kamar Puteri Raja yang sangat terhormat. Namun, tiba-tiba jendela kamar itu terbuka dengan sendirinya, angin kencang mulai berhembus menembus seisi ruangan dan langit berubah gelap dan mengerikan. Pintu kamar yang semula hancur karena didobrak mereka, kembali utuh dan tertutup sempurna. Mereka terkunci dan tak bisa berbuat apa-apa.

-BERSAMBUNG-